Selasa, 10 Mei 2016

Penyuluhan dan Komunikasi Peternakan Ayam Broiler



BAB I
PENDAHULUAN
           
Peternakan di Indonesia saat ini masih menggunakan sistem tradisional. Faktor yang menyebabkan peternak Indonesia masih menggunakan sistem tradisional adalah kurangnya pengetahuan dan ketrampilan untuk mengembangkan dan memaksimalkan ternak mereka. Pengetahuan dan ketrampilan peternak di Indonesia dapat dikembangkan melalui program penyuluhan. Program penyuluhan yang efektif dan efisien dapat dikembangkan oleh tenaga-tenaga profesional di bidang penyuluhan. Peningkatan kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian, bisa dikondisikan melalui berbagai upaya seperti: meningkatkan efektivitas pelatihan bagi penyuluh, meningkatkan pengembangan diri penyuluh melalui peningkatan kemandirian belajar, meningkatkan dukungan terhadap penyelenggaraan penyuluhan seperti dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap pendanaan penyuluhan, dukungan peran kelembagaan, dukungan teknologi dan sarana penyuluhan, pola kepemimpinan yang berpihak petani dan memotivasi pribadi penyuluh untuk selalu meningkatkan prestasi kerja (kinerja penyuluh) dan mengikuti perubahan lingkungan strategis yang ada. Keberhasilan suatu program adalah ketika program yang sudah dilaksanakan dapat dilaksanakan secara kontinyu dan juga dapat menghasilkan suatu produk yang sudah dipasarkan.
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu mengetahui permasalahan yang dihadapi sasaran penyuluhan dan mampu melakukan penyuluhan berdasarkan prinsip komunikasi yang baik. Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat membuat leaflet sebagai media penyuluhan dan mampu memberikan solusi untuk membantu permasalahan yang sedang dihadapi peternak. Manfaat bagi peternak adalah peternak mendapatkan informasi, pengetahuan dan ketrampilan dari pelatihan penyuluhan yang diikuti.

BAB II
METODOLOGI
            Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi dilaksanakan pada hari Minggu, 10 Mei 2015 pukul 10.00 – 13.00 WIB di Dukuh Watusari, Kelurahan Patemon, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Komoditas peternak yang di wawancara adalah komoditas peternak  ayam pedaging.
            Metode yang dilakukan pada praktikum Penyuluhan dan Komunikasi adalah menentukan komoditas ternak untuk praktikum. Mencari dan menentukan tempat pelaksanaan praktikum. Membuat kuisioner meliputi sapta usaha seperti identitas responden, identitas peternakan, lokasi peternakan, populasi ternak dan masalah yang dihadapi. Melakukan wawancara bersama peternak dan mencatat hasil wawancara pada kuisioner. Mengambil gambar peternakan menggunakan kamera. Membuat leaflet untuk media penyuluhan dengan cara memasukkan bahan atau materi penyuluhan menggunakan coreldraw.











BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kondisi Umum Peternakan

Tabel 1. Data Sekunder Kelurahan Patemon 2015.
Parameter
Keterangan
Demografi

Suhu
Minimum : 20oC
Maksimum : 30oC
Ketinggian : 259 m
Rata-rata curah hujan : 1855 mm
JumlahPenduduk
4.232 jiwa
JumlahTernak
Sapi potong : 6 ekor
Kerbau : 2 ekor
Kambing / domba : 25 ekor
Ayam pedaging : ± 20.000 ekor
Pendidikan
Tidak tamat SD : 402 orang
Tidak sekolah : 265 orang
Belum tamat SD : 430 orang
Tamat SD : 889 orang
Tamat SLTP : 871 orang
Tamat SLTA : 1121 orang
Tamat Akademi : 99 orang
Tamat Perguruan Tinggi : 180 orang
Sumber : Data Primer Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi, 2015.


3.1.1. Kondisi Wilayah

Gunungpati merupakan salah satu daerah di Semarang yang terletak di bagian selatan. Kecamatan Gunungpati memiliki ketinggian 259 m dari permukaan air laut dengan luas wilayah 5.399.085 Ha. Kecamatan Gunungpati terbagi menjadi beberapa kelurahan, salah satunya adalah kelurahan Patemon. Kelurahan Patemon terletak dibagian selatan Gunungpati, memiliki luas 499.088 ha dengan jumlah penduduk 4.232 jiwa. Rata-rata pendidikan penduduk di daerah patemon adalah tamat SLTA. Di daerah petemon ini cocok digunakan untuk budidaya ayam broiler karena sumber daya alamnya berlimpah, suhu berkisar antara 20 – 30oC, tanah stabil sehingga tidak terjadi longsor. Nastiti (2012) menyatakan bahwa pemiluhan lokasi untuk perkandangan yang baik adalah sumber air bersih mudah diperoleh,topografi, tekstur tanah stabil dan sarana transportasi mudah terjangkau. Menurut penelitian Anandra (2010) menayatakan bahwa suhu ideal untuk pemeliharaan ayam broiler adalah 23 – 26oC.

3.1.2. Kondisi Usaha Sejenis
Berdasarkan observasi peternakan ayam broiler di daerah patemon menunjukkan bahwa populasi ayam broiler masih kurang karena didominasi oleh peternakan domba atau kambing. Selain peternakan domba, sapi dan kerbau juga ikut diternakkan. Peternakan ayam broiler di daerah patemon pada umumnya dilakukan secara kemitraan atau bekerjasama dengan perusahaan pakan dimana pakan, bibit  dan transportasi pemasaran ternak disediakan oleh perusahaan tersebut sedangkan biaya operasional seperti pemanas, sekam dan kandang disediakan oleh peternak sendiri. Peternakan ayam broiler dipelihara dari mulai DOC (Day Old Chick) sampai afkir atau panen, sedangkan limbah digunakan sebagai pupuk untuk perkebunan yang dikirim ke daerah Kopeng, Banjarnegara dan Wonosobo. Kondisi lahan peternakan cukup luas dan  lokasi peternakan cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga memiliki peluang yang besar untuk mendirikan sebuah usaha peternakan. Suprijatna et al. (2008) menyatakan bahwa jarak kandang harus cukup jauh dari pemukiman sehingga tidak menyebabkan polusi bau bagi lingkungan sekitar, meminimalisir penyebaran penyakit dan menghindari kebisingan ternak. Ditambahkan Solikhin (2011) menyatakan bahwa  lahan yang akan digunakan untuk peternakan sebaiknya harga terjangkau dan luas, jauh dari keramaian tetapi masih terjangkau oleh jalur transportasi, berjarak 250 m dari peternakan lain, dekat dengan pabrik dan dekat dengan konsumen.





3.1.3. Kondisi Kelompok Sasaran


3.1.3.1. Peternakan Milik Bapak Baret, peternakan ayam broiler bapak Baret berdiri pada tahun 2009 memiliki luas lahan 27 x 240 m2. Memiliki luas kandang masing-masing  9 x 80 m2  dengan kapasitas 6000 ekor. Kandang berjumlah 2, kandang satu digunakan untuk masa pemeliharaan DOC (berumur 1 hari setelah menetas sampai 7 hari) dan kandang dua digunakan untuk pembesaran atau fase finisher (berumur lebih dari 7 hari sampai dipanen). Kandang berbentuk panggung mempunyai tinggi dari lantai panggung sampai atap 2,5 m. Bahan atap menggunakan genteng sedangkan dinding dan lantai terbuat dari bambu. Lantai tersebut kemudian ditutup menggunakan polinet seperti jaring kemudian diberi sekam diatasnya. Dinding yang terbuat dari belahan bambu kemudian ditutup menggunakan tirai dari plastik. Hal tersebut bertujuan untuk pertukaran udara yang masuk dan keluar dari kandang. Menurut Solikhin (2011) menyatakan bahwa dinding kandang yang terbuka membantu ventilasi untuk pertukaran udara yang kotor dari dalam kandang diganti dengan udara yang segar dari luar kandang supaya temperatur di dalam kandang tetap terjaga.
Temperatur dan kelembapan lingkungan kandang harus diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap produktvitas ternak. Suhu lingkungan yang nyaman untuk ayam broiler periode starter berkisar pada suhu 29 - 35oC sedangkan pada periode finisher berkisar pada suhu 20oC. Pada periode finisher ayam broiler membutuhkan temperatur lingkungan yang rendah. Hal ini sesuai pendapat Fadilah (2013) yang menyatakan bahwa semakin berat bobot badan ayam makan suhu lingkungan yang diperlukan semakin rendah. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan, minum dan pemanas. Pemberian pakan dilakukan secara terus menurus dan pakan diberikan pada ternak berumur 1 - 12 hari sebanyak 2 kali dalam sehari sedangkan yang berumur 13 – 25 diberikan sekali dalam sehari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dari pakan pabrikan yaitu BR 1 - A 88 untuk peride starter dan BR 2 untuk periode finisher. Vaksin diberikan pada ternak yang mulai berumur 4 hari kemudian berumur 12 hari dan berumur 18 hari. Pemberian vaksin berfungsi untuk menjaga kekebalan tubuh ternak agar terhindar dari penyakit.


DSC06097.JPG
Ilustrasi 1. Kondisi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Baret
Sumber : Data Primer Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi, 2015.

3.1.3.2. Peternakan Milik Bapak Irawan, peternakan ayam broiler bapak Irawan berdiri pada tahun 2015 memiliki luas lahan 36 x 160  m2. Memiliki luas kandang masing-masing  9 x 40 m2  dengan kapasitas ternak 3500 ekor. Kandang berbentuk panggung memiliki tinggi dari lantai sampai atap mencapai 2,5 m. bahan atap menggunakan genteng sedangkan dinding dari belahan bambu kemudian ditutup menggunakan plastik. Lantai terbuat dari bambu yang berongga kemudian ditutup menggunakan karung dan diberi sekam. Sekam ditaburkan setebal 5 - 8 cm.  Hal ini sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa litter yang idela untuk peternakan ayam setebal 8 cm. Litter yang digunakan harus memiliki daya serap yang tinggi, menyerap panas, tidak menyebabkan kerusakan dada, dapat mempertahankan kehangatan. Litter yang tidak memiliki daya serap tinggi terutama untuk menyerap air minum yang tumpah dan kotoran dapat menyebabkan bau kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) menyatakan bahwa litter yang tidak berfungsi sebagai penyerap akan menyebabkan bau yang menyengat sehingga menimbulkan polusi udara. Kondisi tersebut bisa terjadi karena litter yang terlalu tipis atau populasi ternak terlalu padat. Kandang dilengkapi dengan alat pemanas, tempat pakan, tempat minum dan alat kebersihan. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dari pakan pabrikan berupa BR 1 SA untuk periode starter. Penyemprotan disinfektan dilakukan pada ternak berusia 1-2 hari sebanyak 1 kali dalam sehari.


DSC06226.JPG
Ilustrasi 2. KondisiPeternakan Ayam Broiler MilikBapak Irawan
Sumber : Data Primer PraktikumPenyuluhandanKomunikasi, 2015.


3.1.3.3. Peternakan Milik Bapak Junaidi, peternakan ayam broiler bapak Junaidi berdiri pada tahun 1997 memiliki luas lahan 4000 m2. Memiliki luas kandang masing-masing  9 x 75 m2  dengan kapasitas ternak 5500 ekor. Kandang berbentuk panggung dan memiliki tinggi 2,5 m dari lantai. Bahan atap menggunakan genteng sedangkan dinding terbuat dari belahan bambu yang kemudian di tutup menggunakan tirai plastik. Lantai terbuat dari bambu yang berongga kemudian ditutupi dengan karung bekas supaya ternak tidak terperosok dan ditaburi sekam. Bahan atap yang digunakan harus dapat menyerap panas supaya ternak tidak mengalami cekaman panas. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2008) menyatakan bahwa atap genteng yang digunakan berfungsi untuk menyerap panas, ringan dan tidak menghantar panas. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, pemanas dan alat kebersihan kandang. Pemanas berfungsi untuk menjaga suhu tubuh ternak supaya tetap berada pada suhu nyaman dan temperatur lingkungan dapat tersebar merata pada ternak. Pemberian minum untuk ayam broiler diberikan secara at libitum atau terus – menerus dan pakan diberikan setiap. Vaksin diberikan setiap 2 kali selama 1 periode pada umur 4 dan 12 hari. Pemberian vaksin bertujuan untuk pencegahan penyakit. Menurut Solikhin (2011) vaksin berfungsi menjaga kekebalan tubuh pada ayam dilakukam pada ternak berumur 4 hari untuk mencegah penyakit ND, berumur 12 hari untuk mencegah penyakit gumboro dan berumur 18 hari untuk mencegah penyakit tetelo.


DSC06186.JPG
Ilustrasi 3. KondisiPeternakan Ayam Broiler MilikBapak Junaidi
Sumber : Data Primer PraktikumPenyuluhandanKomunikasi, 2015.





3.1.4. Potensi Pengembangan
            Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa peternakan ayam broiler pak Baret memiliki lahan yang cukup luas tetapi hanya ada dua kandang yang beroperasional. Lahan seluas 27 x 240 m2 berpotensi untuk dibangun  4 - 5 kandang padahal dengan kondisi lingkungan (suhu, kelembapan dan radiasi matahari) yang mendukung, lahan yang luas, jarak dengan pemukiman cukup jauh, air yang berlimpah dan akses transportasi yang terjangkau memilki peluang yang tinggi untuk digunakan usaha peternakan ayam broiler.  Hal tersebut sesuai pendapat Suprijatna et  al. (2008) menyatakan bahwa aspek - aspek yang perlu diperhatikan sebelum menentukan kandang yaitu aspek ekonomis yaitu pembiayaan untuk membuat kandang harus seminimal mungkin tetapi berfungsi maksimal, aspek teknis (tataletak, ukuran, jenis, kualitas bahan dan kondisi tanah dan lokasi perkandangan harus sesuai dengan tujuan pemeliharaan), aspek biologis yaitu suhu, kelempbapan dan radiasi matahari harus sesuai supaya tidak mengakibatkan ternak menderita cekaman panas. Ditambahkan Nastiti (2012) menyatakan bahwa pemilihan lokasi kandang yang baik adalah sumber air bersih mudah, tekstur tanah stabil, sirkulasi udara lancar, transportasi mudah terjangkau dan jarak dari perumahan penduduk tidak terlalu dekat.
            Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa peternakan ayam broiler pak Irawan memiliki lahan yang cukup luas tetapi hanya 3 kandang yang beroperasional. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk dibangun 4 - 5 kandang. Sumber daya manusia terutama pemilik peternakan ayam broiler ini kurang dikarenakan bapak Irawan masih pemula mejadi peternak ayam broiler sehingga kurang peka terhadap kondisi ayam broiler yang mati karena cekaman dingin. Cekaman dingin disebabkan karena suhu dan kelembapan kandang terlalu tinngi. Untuk itu diperlukan pemanas untuk penghangat tubuh ternak terutama pada DOC harus diperhatikan karena daya tahan tubuh masih rendah sehingga perlu pengawasan khusus. Menurut Suprijatna et al. (2008) menyatakan bahwa pemanas memiliki fungsi untuk menghangatkan anak ayam yang masih muda atau berumur 1 hari sampai 2 - 3 minggu. Pemanas yang digunakan harus stabil dan kontinu supaya suhunya bisa diatur sesuai kebutuhan. Peternakan ayam broiler pak Irawan memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebuah peternakan ayam broiler dengan kondisi wilayah yang sejuk, lahan yang luas dengan jarak yang cukup jauh dengan pemukiman penduduk, air yang berlimpah dan akses transportasi yang mudah ditempuh. Hal ini sesuai pendapat Nastiti (2012) menyatakan bahwa pemilihan lokasi kandang yang baik adalah sumber air bersih mudah, tekstur tanah stabil, sirkulasi udara lancar, transportasi mudah terjangkau dan jarak dari perumahan penduduk tidak terlalu dekat.
            Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa peternakan ayam broiler pak Junaidi memiliki jarak dengan pemukiman yang cukup dekat. Hal ini karenakan tidak ada pilihan lahan yang lain, akibatnya ketenangan ternak akan terganggu sehingga mempengaruhi produktivitas ternak. Disamping itu karena banyaknya pemukiman rumah penduduk dikhawatirkan bau kotoran dapat menyebabkan polusi dan mengganggu kesehatan penyakit. Untuk itu perlu adanya manipulasi dari peternak supaya feses ayam yang dihasilkan tidak menimbulkan bau. Menurut Suprijatna et al. (2008) menyatakan bahwa sistem perkandangan harus diperhatikan terutama tinggi atap supaya sirkulasi udara lancar sehingga kandang tidak mudah lembab. Penggunaan bahan sekam harus bersifat menyerap air ditambahkan kapur dan super fosfat agar sekam tidak cepat lembab. Tempat penampungan kotoran harus beratap dan tidak tergenang air dan terbuka supaya kotoran mengalami proses pembusukan dan tidak menimbulkan bau. Kapasitas kandang juga belum dimanfaatkan secara optimal dari kapasitas normalnya. Menurut pendapat Anandra (2010) menyatakan bahwa luas ruangan untuk pemeliharaan broiler di dataran tinggi rata-rata sekitar 10 ekor/m2 sedangkan dataran rendah atau pantai kepadatan yang baik antara 8 – 9 ekor/m2.




3.2.        Perumusan Masalah

3.2.1.     Identifikasi Masalah

              Berdasarkan hasil pengamatan kondisi di lapangan terhadap peternakan ayam broiler dari tiga peternak yang ada di desa Watusari Kelurahan Patemon, Gunungpati terdapat permasalahan yang dihadapi disetiap peternakannya yaitu kurangnya kebersihan kandang, kurangnya manajemen perkandangan, rendahnya peternak (Sumber Daya Manusia) dan jarak peternakan dengan pemukiman penduduk terlalu dekat.

3.2.1.1. Peternakan milik Bapak Baret, berdasarkan hasil pengamatan kondisi di lapangan terhadap peternakan ayam broiler milik Bapak Baret, kendala yang muncul adalah kurangnya pemanfaatan lahan yang masih kosong untuk mengembangan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusnadi (2008) yang menyatakan bahwa saat ini masih banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan ternak. Menurut Yulianti (2012) menyatakan bahwa lahan yang luas di sekitar peternakan sebaiknya dimanfaatkan secara maksimal untuk pembangunan peternakan.


DSC06182.JPG
Ilustrasi 4. Kondisi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Baret
Sumber : Data Primer Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi, 2015
3.2.1.2. Peternakan milik Bapak Irawan, berdasarkan hasil pengamatan kondisi di lapangan terhadap peternakan ayam broiler yang dimiliki oleh bapak Irawan kendala yang muncul adalah kurangnya ilmu pengetahuan tentang peternakan atau rendahnya sumber daya manusia pada peternak dan matinya ayam broiler karena mengalami cekaman dingin . Kurangnya ilmu pengetahuan tentang peternakan pada peternaknya menyebabkan manajemen pengelolaan peternakan yang kurang baik. Menurut pendapat Nurlina dan Maryati (2011) yang menyatakan bahwa dalam upaya mengembangkan peternakan secara positif, diperlukan berbagai aspek yang mendukung seperti pengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM). Kematian ayam broiler yang disebabkan oleh suhu lingkungan kandang yang rendah sehingga ayam broiler mengalami cekaman dingin hingga mati. Penggunaan sistem kandang terbuka merupakan kurang ramah lingkungan karena tidak dapat meminimalisir polusi polusi udara di lingkungan,serta kontak langsung dengan peternak yang menimbulkan stress pada ayam broiler yang berujung paada kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihandanu et al. (2005) yang menyatakan bahwa kondisi sistem kandang terbuka bisa dikatakan kurang memenuhi aspek ramah lingkungan, karena polusi udara pada lingkungan sekitar peternakan tidak dapat diminimalisir dan pengendalian penyakit pada ayam dapat tidak terkendali, kontak langsung manusia dengan ayam pada sistem kandang terbuka tidak bisa dihindari, hal ini dapat menyebabkan stress pada ayam yang nantinya akan berpengaruh pada hasil produktifitas ayam dan kematian.

DSC06212.JPG
Ilustrasi 5. Kondisi Peternakan Ayam Broier Milik Bapak Irawan
Sumber : Data Primer Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi, 2015



3.2.1.3. Peternakan milik Bapak Junaidi, berdasarkan hasil pengamatan kondisi di lapangan terhadap peternakan ayam broiler yang dimiliki oleh Bapak Junaidi kendala yang muncul adalah bau yang menyengat dan jarak antara kandang ayam broiler dengan jarak pemukiman warga yang terlalu dekat hanya berjarak ± sekitar 500 m2. Bau yang menyengat dari kandang tersebut akan menganggu kenyamanan penduduk sekitar karena akan mencemari udara, kotoran yang menyebabkan bau tersebut bisa menjadi wabah penyakit yang akan menganggu kesehatan peternak maupun ayam broilernya sendiri dan warga sekitar, karena peternakan berdiri dekat dengan pemukiman warga. Hal ini sesuai dengan pendapat Safril (2009) yang menyatakan bahwa dampak negatif akibat pembangunan peternakan terhadap lingkungan adalah masalah pencemaran lingkungan dan belum terdistribusinya hasil-hasil pembangunan peternakan secara merata di masyarakat. Menurut pendapat Rasyaf (2008) yang menyatakan bahwa lokasi peternakan ayam pedaging sebaiknya di daerah yang jauh keramaian, jauh dari lokasi perumahan, tempat yang sunyi, agar tidak menganggu pemukiman penduduk.


DSC06226.JPG
Ilustrasi 6. Kondisi Peternakan Ayam Broiler  Milik Bapak Junaidi
Sumber : Data Primer Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi, 2015


3.2.2.     Penetapan Masalah

3.2.2.1. Peternakan milik Bapak Baret, berdasarkan uraian masalah di atas, maka penetapkan masalah yang dapat dirumuskan adalah kurang makasimalnya penghasilan peternak karena tidak memanfaatkan penggunaan lahan, sehingga lahan kosong dan tidak digunakan untuk penambahan kandang. Hal ini sesuai denganpendapat Anandra (2010) yang menyatakan bahwa peternak mencoba memaksimalkan produksi yang dapat dicapai dengan suatu luas lahan agar dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal. Menurut pendapat Yulianti (2012) yang menyatakan bahwa penghasilan ekonomi akan maksimal dengan pemanfaatan lahan tahan di sekitar kandang dengan maksimal.

3.2.2.2. Peternakan milik Bapak Irawan, berdasarkan uraian masalah di atas, maka penetapkan masalah yang dapat dirumuskan adalah ayam broiler mengalami cekaman dingin. Rendahnya suhu lingkungan kandang menyebabkan ayam broiler mengalami cekaman dingin bahkan sampai mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijayanti et al. (2011) yang menyatakan bahwa tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dan rendahnya suhu di malam hari dapat mengakibatkan ternak mengalami cekaman panas maupun dingin. Suhu dingin di lingkungan peternakan unggas dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena disebabkan meningkatkan angka kematian karena ayam broiler mengalami cekaman dingin. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugito (2009) yang menyatakan bahwa suhu dingin pada suatu lingkungan industri unggas telah menjadi salah satu perhatian utama karena dapat menyebabkan kerugian ekonomi disebabkan meningkatnya angka kematian ataupun menurunnya produktvitas.


3.2.2.3. Peternakan milik Bapak Junaidi, berdasarkan uraian masalah di atas, maka penetapkan masalah yang dapat dirumuskan adalah jarak yang terlalu dekat antara peternakan dengan pemukiman penduduk yang akan mencemari lingkungan dan akan menganggu kesehatan penduduk yang disebabkan wabah penyakit pada limbah ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Safril (2009) yang menyatakan bahwa banyaknya usaha peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasakan mulai mengganggu warga, terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Masyarakat banyak mengeluhkan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan ayam karena masih banyak peternak yang mengabaikan penanganan limbah dari usahanya. Limbah peternakan ayam berupa feses, sisa pakan, air dari pembersihan ternak menimbulkan pencemaran lingkungan masyarakat di sekitar lokasi peternakan tersebut. Menurut pendapat Nurcholis et al. (2009) yang menyatakan bahwa lokasi peternakan harus jauh dari pemukiman penduduk atau memiliki izin dari lingkungan setempat, sehingga tidak mengakibatkan protes dari penduduk sekitar.


3.2.3.     Penanganan Masalah


3.2.3.1. Peternakan milik Bapak Baret, cara menangani masalah terhadap peternakan ayam broiler milik Bapak Baret di desa Watusari, Kelurahan Patemon, Gunungpati adalah peternak sebaiknya membangun kandang baru agar pemanfaatan lahan yang kosong bisa dimanfaatkan secara maksimal dengan cara membangun kandang baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Anandra (2010) yang menyatakan bahwa masih tersedianya lahan kosong maka dimaksimalkan pemanfaatannya untuk membangun kandang. Lahan kosong disekitar kandang dapat ditanami tumbuhan untuk pakan maupun pangan karena tanahnya yang subur. Hal ini sesuai dengan pendapat Bahri dan Tiesnamurti (2012) yang menyatakan bahwa penggunaan lahan disekitar peternakan untuk kepentingan pangan ataupun nonpangan.


3.2.3.2. Peternakan milik Bapak Irawan, cara menangani masalah terhadap peternakan ayam broiler milik Bapak Irawan di desa Watusari, Kelurahan Patemon, Gunungpati adalah ayam broiler mengalami cekaman dingin atau bahkan sampai mati. Cara yang digunakan yaitu dengan cara memberi pemanas (heater) disetiap ruang kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusnadi (2007) yang menyatakan bahwa sangkar diletakkan di ruangan yang dilengkapi pemanas (heater) dengan suhu siang berkisar antara 31,7- 31,60°C dan 27,7-27,90°C pada malam hari, dengan tujuan suhu tersebut mendekati suhu alam, tetapi relatif konstan. Menurut pendapat Sugito (2009) yang menyatakan bahwa menggunakan alat pemanas yang dirancang sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dapat dialirkan ke dalam kandang. Pemasangan tirai pada kandang ayam broiler dilakukan untuk menopang angin yang masuk ke dalam kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewanti et al. (2014) yang menyatakan bahwa manajemen perkandangan dilakukan dengan baik agar ayam dalam keadaan nyaman, salah satunya adalah memasang tirai pada dinding kandang.

3.2.3.3. Peternakan milik Bapak Junaidi, cara menangani masalah terhadap peternakan ayam broiler milik Bapak Junaidi di desa Watusari, Kelurahan Patemon, Gunungpati adalah jarak antara peternakan dengan pemukimanan penduduk sehingga perlu adanya perbaikan tentang manajemen tatalaksana perkandangan yang lebih tepat untuk mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muharlien et al. (2011) yang menyatakan bahwa pemeliharaan ayam pedaging, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, maka usaha tersebut harus mempunyai manajemen yang baik, salah satunya adalah tatalaksana perkandangan. Peternak memimalisir bau yang disebabkan oleh kotoran, sisa pakan atau minum yang akan melembabkan sekam dan menimbulkan penyakit. Penambahan kapur akan mengurangi bau karena kapur akan membunuh bibit penyakit dan meredam ammonia. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewanti et al. (2014) yang menyatakan bahwa bahan kapur ditambahkan pada sekam yaitu berfungsi untuk meredam amonia dari kotoran ayam dan membunuh bibit penyakit.


























BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN


4.1. Simpulan
      
       Berdasarkan hasil pengamatan kondisi di lapangan bahwa peternakan ayam broiler di desa Watusari, Kelurahan Patemon, Gunungpati adalah kurangnya pemaksimalan pemanfaatan lahan kosong, kebersihan kandang yang kurang terawat menyebabkan bau, banyaknya ayam yang mati karena mengalami cekaman dingin, bau menyengat dari kotoran dan dekatnya jarak peternakan dengan pemukiman penduduk. Solusinya adalah penambahan kandang di lahan yang masih kosong, memanajemen kandang dengan cara menambahkan kapur pada sekam, serta memberikan pemanas pada kandang.

4.2. Saran
      
       Sebaiknya peternak diberikan penyuluhan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang peternakan agar dapat memanajemen peternakannya lebih baik.Penyuluhan setidaknya dapat memperbaiki pola peternak dalam mengelola peternakan agar lebih berkembang.
















DAFTAR PUSAKA


Anandra, A. R. 2010. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging di kabupaten Magelang. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Bahri, S. dan B. Tiesnamurti. 2012. Strategi pembangunan peternakan berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya lokal. J. Litbang Pert. 31 (4) : 142 – 152.

Dewantia, A. C., P. E. Santosa dan K. Nova. 2014. Pengaruh berbagai jenis bahan litter terhadap respon fisiologis broiler fase finisher di closed house.
Kosasih., Sungkono dan S. A. Pratami. 2012. Analisis audit sumber daya manusia (SDM) pada dinas pertanian, kehutanan, perkebunan, dan peternakan Kabupaten Karawang. J. Manajemen. 9 (3).

Kusnadi, E. 2007.Pengaruh antanan (Centella asiatica) sebagai penangkal cekaman panas dalam ransum broiler yang mengandung hidolisat bulu ayam. J. Ilmu Ternak. 7 (1) : 58 – 63.

Kusnadi, U. 2008. Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak untuk menunjang swasembada daging sapi. 1 (3) : 189 – 205.
Muharlien., Achmanu dan R. Rachmawati. 2011. Meningkatkan produksi ayam pedaging melalui pengaturan proporsi sekam, pasir dan kapur sebagai litter. J. Ternak Tropika. 12 (1) : 38 – 45.

Nastiti, R. 2012. Menjadi Milyader Budidaya Ayam Broiler. Pustaka Baru Press, Jakarta.
Nurcholis., D. Hastuti dan B. Sutiono. 2009. Tatalaksana pemeliharaan ayam ras petelur periode layers di popular farm Desa Kuncen Kecamatan Mijen Kota Semarang. J. Ilmu – ilmu Pertanian. 5 (2) : 38 - 49.

Nurlina, M dan M. Maryati. 2011. Perilaku petani sapi perah dalam memanfaatkan teknologi gas bio. J. Ilmu Terrnak. 11 (1) : 57 – 60.

Prihandanu, R., A. Trisanto dan Y. Yuniati. 2015. Model sistem kandang ayam closed house otomatis menggunakan omron sysmac CPM1A 20-CDR-A-V1. J. Rekayasa dan Teknologi Elektro. 9 (1) : 54 – 62.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Solikhin, H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler di Peternakan UD Hadi PS Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Program Diploma III Fakultas Pertanian.

Sugito dan M. Delima. 2009. Dampak cekaman panas terhadap pertambahan bobot badan, rasio heterofil limfosit dan suhu tubuh ayam broiler. J. Ked. Hewan.3 (1).

Sugito. 2009. Profil hematologi dan pertambahan bobot badan harian ayam broiler yang diberi cekaman panas pada suhu kandang yang berbeda. Agripet. 9 (2) : 10 – 12.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Karrtasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak    Unggas. Swadaya, Jakarta.

Wijayanti, R. P. W. Busono dan R. Indrati. 2011. Pengaruh suhu kandang yang berbeda terhadap performans ayam pedaging periode starter.

Williamson, G. and W. J. A. Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Yulianti Farida. 2012. Pengembangan ayam broiler di Kota Banjarbaru. J. Ilmu-ilmu Sosial. 4 (165) : 65 - 72.



\


















LAMPIRAN


Lampiran 2. Kuisioner
A.    Identitas Responden
1.      Nama : Bapak Baret
2.      Alamat : Sampangan
3.      Umur : 42
4.      Pekerjaan utama : Peternak ayam broiler
5.      Pendidikan terakhir : SMA
B.     Identitas Peternakan
1.      Jenis usaha : peternakan ayam broiler dari mulai DOC sampai panen
2.      Tahun berdiri  peternakan : 2009
3.      Status : Kemitraan
4.      Izin peternakan : -
5.      Alamat peternakan : Dukuh Watusari Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati
6.      Sarana dan prasarana : mobil pick up digunakan untuk transportasi pemasaran dan pengangkutan bibit dan pakan.
7.      Asal modal awal : pinjaman dari bank
C.    Lokasi Peternakan
1.      Luas lahan : 27 x 240 m2
2.      Jarak dengan pemukiman : 500 m
3.      Latar belakang pemilihan lokasi : jauh dengan pemukiman, sumber daya alam (air) berlimpah cukup untuk memenuhi kebutuhan minum ternak serta sanitasi kandang
4.      Jarak dengan pemasaran : -
5.      Jarak dengan jalan raya : 200 m
6.      Jarak dengan pembuangan limbah : -
7.      Kondisi geografis :
Suhu : 20 - 30oC
Ketinggian : 529 m
D.    Populasi Ternak
1.      Asal bibit : dari CV. Surya Mitra Utama
2.      Cara perawatan bibit : pemberian pakan secara at libitum, pemberian pakan setiap pagi dan sore, pemeberian vaksin pada saat ternak berumur mulai 4 hari, pembersihan tempat pakan dan minum.
3.      Jumlah ternak awal berdiri : 6000 ekor
4.      Jumlah ternak sekarang : 5865
E.     Pakan
1.      Pakan utama : konsentrat berupa BR 1
2.      Pakan tambahan : power chick
3.      Asal pakan : dari perusahaan
4.      Jenis pakan yang digunakan : BR 1 untuk periode starter,BR 2 untuk periode finisher
5.      Waktu pemberian pakan : umur 1 - 12 hari setiap 3 jam sekali , umur 13 – 25 setiap pagi dan sore
6.      Waktu pemberian minum : secara terus menerus
7.      Biaya pembelian pakan :
F.     Kandang
1.      Bentuk atau model kandang : panggung
2.      Jumlah kandang : 2
3.      Luas kandang : 9 x 80 m2
4.      Kapasitas kandang : 6000 ekor
5.      Tinggi kandang : 2,5 m dari lantai panggung
6.      Fasilitas dalam kandang : pemanas, tempat pakan, tempat minum dan alat kebersihan
7.      Jadwal pembersihan kandang : setiap
G.    Kegiatan Produksi
1.      Harga pokok penjualan : 16.000 per ekor
2.      Waktu panen  : 35 – 40 hari
3.      Lama pemeliharan : 35 hari
4.      Waktu jam kerja : 24 jam
5.      Jumlah tenaga kerja : 2
6.      Pengelolaan limbah : digunakan pupuk di daerah wonosobo, banjarnegara dan purwokerto
H.    Pemasaran
1.      Jenis produk : Daging
2.      Jumlah produk : 5760 ekor
3.      Tempat pemasaran : Semarang, Salatiga dan Jakarta:
4.      Transportasi pemasaran pakan : mobil pick up
7.      Biaya transportasi : ditanggung oleh perusahaan
I.  Masalah
     1. Pakan          : -
     2. Penyakit      : flu ringan atau CDR
     3. Pemasaran produk   : -
J. Recording Kesehatan
     1. Vaksin : mulai berumur 4 hari
     2. Penyakit yang sering diderita : CDR
3. Penangan penyakit : diberi antibiotik berupa kunyit , kencur dan jahe ditempat minum
K. Sudah ada penyuluhan belum ?
     Belum : tidak dibutuhkan penyuluhan






Lampiran 2. Kuisioner (Lanjutan)


A.    Identitas Responden
1.      Nama : Bapak Irawan
2.      Alamat : Banyumanik
3.      Umur : 33
4.      Pekerjaan utama : Jual beli Mobil
5.      Pendidikan terakhir : SMA
B.     Identitas Peternakan
1.      Jenis usaha : peternakan ayam broiler dari mulai DOC sampai panen
2.      Tahun berdiri  peternakan : 2015
3.      Status : Kemitraan
4.      Izin peternakan : -
5.      Alamat peternakan : Dukuh Watusari Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati
6.      Sarana dan prasarana : mobil pick up digunakan untuk transportasi pemasaran dan pengangkutan bibit dan pakan.
7.      Asal modal awal : pinjaman dari bank
C.    Lokasi Peternakan
1.      Luas lahan : 36 x 160 m2
2.      Jarak dengan pemukiman : 500 m
3.      Latar belakang pemilihan lokasi : jauh dengan pemukiman, sumber daya alam (air) berlimpah cukup untuk memenuhi kebutuhan minum ternak serta sanitasi kandang
4.      Jarak dengan pemasaran : -
5.      Jarak dengan jalan raya : 200 m
6.      Jarak dengan pembuangan limbah : -
7.      Kondisi geografis :
Suhu : 20 - 30oC
Ketinggian : 529 m


D.    Populasi Ternak
1.      Asal bibit : dari CV. BOJ
2.      Cara perawatan bibit : pemberian pakan secara at libitum, pemberian pakan setiap pagi dan sore, pemeberian vaksin pada saat ternak berumur mulai 4 hari, pembersihan tempat pakan dan minum.
3.      Jumlah ternak awal berdiri : 3500 ekor
4.      Jumlah ternak sekarang : 3494 ekor
E.     Pakan
1.      Pakan utama : konsentrat berupa BR 1
2.      Pakan tambahan : power chick
3.      Asal pakan : dari perusahaan
4.      Jenis pakan yang digunakan : BR 1 untuk periode starter,BR 2 untuk periode finisher
5.      Waktu pemberian pakan : umur 1 - 12 hari setiap 3 jam sekali , umur 13 – 25 setiap pagi dan sore
6.      Waktu pemberian minum : secara terus menerus
7.      Biaya pembelian pakan : Rp 355.000,00
F.     Kandang
1.      Bentuk atau model kandang : panggung
2.      Jumlah kandang : 2
3.      Luas kandang : 9 x 40 m2
4.      Kapasitas kandang : 3500 ekor
5.      Tinggi kandang : 2,5 m dari lantai panggung
6.      Fasilitas dalam kandang : pemanas, tempat pakan, tempat minum dan alat kebersihan
7.      Jadwal pembersihan kandang : minum 2 kali per hari sedangkan pakan per periode atau habis panen
G.    Kegiatan Produksi
1.      Harga pokok penjualan : 16.000 per ekor
2.      Waktu panen  : 35 – 40 hari
3.      Lama pemeliharan : 35 hari
4.      Waktu jam kerja : 24 jam
5.      Jumlah tenaga kerja : 2
6.      Pengelolaan limbah : digunakan pupuk di daerah kopeng dan wonosobo
H.    Pemasaran
1.      Jenis produk : Daging
2.      Jumlah produk : 3495 ekor
3.      Tempat pemasaran : Semarang dan Salatiga
4.      Transportasi pemasaran pakan : mobil pick up
5.      Biaya transportasi : ditanggung oleh perusahaan
I.  Masalah
     1. Pakan          : -
     2. Penyakit      : flu ringan atau CDR, cekaman dingin dan diare
     3. Pemasaran produk   : -
J. Recording Kesehatan
            1. Vaksin : mulai berumur 1 - 2 hari dilakukan 2 kali per hari sedangkan mulai berumir 3 hari dilakukan 1 kali per hari
     2. Penyakit yang sering diderita : CDR
3. Penangan penyakit : diberi antibiotik berupa kunyit , kencur dan jahe ditempat minum
K. Sudah ada penyuluhan belum ?
     Belum : tidak dibutuhkan penyuluhan




Lampiran 2. Kuisioner (Lanjutan)

A.    Identitas Responden
1.      Nama : Bapak Junaidi
2.      Alamat : Dukuh Watusari Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati
3.      Umur : 32
4.      Pekerjaan utama : Peternak ayam broiler
5.      Pendidikan terakhir : D3 Tehnik Mesin
B.     Identitas Peternakan
1.      Jenis usaha : peternakan ayam broiler dari mulai DOC sampai panen
2.      Tahun berdiri  peternakan : 1997
3.      Status :
4.      Izin peternakan : -
5.      Alamat peternakan : Dukuh Watusari Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati
6.      Sarana dan prasarana : mobil pick up untuk transportasi pemasaran dan pengangkutan bibit dan pakan
7.      Asal modal awal : pinjaman dari bank
C.    Lokasi Peternakan
1.      Luas lahan : 4000 m2
2.      Jarak dengan pemukiman : 150 m
3.      Latar belakang pemilihan lokasi : tidak ada pilihan lahan yang lain, disamping itu lahan yang digunakan adalah pemberian orang tua jadi dimanfaatkan untuk peternakan
4.      Jarak dengan pemasaran : -
5.      Jarak dengan jalan raya : 300 m
6.      Jarak dengan pembuangan limbah : -
7.      Kondisi geografis :
Suhu : 20 - 30oC
Ketinggian : 529 m


D.    Populasi Ternak
1.      Asal bibit : dari CV. Mustika Ungaran
2.      Cara perawatan bibit : pemberian pakan secara at libitum, pemberian pakan setiap pagi dan sore, pemberian vaksin  dilakukan 2 kali dalam 1 periode pada saat ternak berumur mulai 4 hari dan 12 hari, pembersihan tempat pakan dan minum.
3.      Jumlah ternak awal berdiri : 5500 ekor
4.      Jumlah ternak sekarang : 5335 ekor
E.     Pakan
1.      Pakan utama : konsentrat berupa BR 1
2.      Pakan tambahan : premix
3.      Asal pakan : dari perusahaan
4.      Jenis pakan yang digunakan : BR 1 untuk periode starter dan BR 2 untuk periode finisher
5.      Waktu pemberian pakan : umur 1 - 12 hari setiap 3 jam sekali , umur 13 – 25 setiap pagi dan sore
6.      Waktu pemberian minum : secara terus menerus
7.      Biaya pembelian pakan :
F.     Kandang
1.      Bentuk atau model kandang : panggung
2.      Jumlah kandang : 2
3.      Luas kandang : 9 x 80 m2
4.      Kapasitas kandang : 6000 ekor
5.      Tinggi kandang : 2,5 m dari lantai panggung
6.      Fasilitas dalam kandang : pemanas, tempat pakan, tempat minum dan alat kebersihan
7.      Jadwal pembersihan kandang : setiap




G.    Kegiatan Produksi
1.      Harga pokok penjualan : 16.000 per ekor
2.      Waktu panen  : 32 hari
3.      Lama pemeliharan : 32 hari
4.      Waktu jam kerja : 24 jam
5.      Jumlah tenaga kerja : 1
6.      Pengelolaan limbah : digunakan pupuk di daerah kopeng
H.    Pemasaran
1.      Jenis produk : Daging
2.      Jumlah produk : 5335 ekor
3.      Tempat pemasaran : Semarang
4.      Transportasi pemasaran pakan : mobil pick up
5.      Biaya transportasi : ditanggung oleh perusahaan
I.  Masalah
     1. Pakan          : -
     2. Penyakit      : flu ringan atau CDR
     3. Kandang     : menyebabkan bau yang menyengat
     3. Pemasaran produk   : -
J. Recording Kesehatan
     1. Vaksin : dilakukan 2 kali dalam 1 periode berumur 4 hari dan 12 hari
     2. Penyakit yang sering diderita : CDR
3. Penangan penyakit : diberi antibiotik berupa kunyit , kencur dan jahe ditempat minum
K. Sudah ada penyuluhan belum
     Belum : membutuhkan penyuluhan untuk mengurangi bau kandang yang menyengat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar